PT PLN Distribusi Jabar dan Banten (DJBB) meminta seluruh mitra bisnisnya dalam penjualan token listrik segera menyesuaikan diri dengan aplikasi standar dalam penjualan voucher. Hal itu mulai diberlakukan sejak 1 April.
Supervisor Komunikasi PT PLN DJJB, Agus Yuwanta, mengakui bahwa saat ini telah terjadi kelangkaan token listrik di masyarakat.
Hal ini terjadi karena adanya standardisasi seluruh aplikasi mitra bisnis dalam penjualan token guna menghindari kerugian yang dialami konsumen atau warga masyarakat.
"Beberapa waktu lalu kami menemukan ada voucher token listrik palsu bergambar logo PLN. Padahal, kami tidak pernah menjualnya. Untuk mencegah hal ini kami perlu standardisasi aplikasi penjualannya," kata Agus kepada Bisnis, Rabu (21/5).
Voucher token palsu yang pernah ditemukannya itu bertuliskan Tokenku dengan nilai Rp50.000. Pada voucher itu juga tertera gambar PLN untuk meyakinkan pembeli jika voucher tersebut asli.
Di voucher palsu tersebut terdapat 16 digit nomor yang harus dimasukkan pelanggan. Padahal nomor digit untuk token asli dari PLN berjumlah 20 digit.
Oleh karena itu, standardisasi diperlukan secara nasional untuk mencegah banyak munculnya aplikasi yang tidak terkendali di lapangan, sehingga merugikan pelanggan dari sisi pengenaan biaya.
Standardisasi bertujuan untuk menjaga keamanan dari tindakan yang melanggar hukum, terutama keberadaan token palsu sehingga perseroan perlu memperketat standar keamanannya.
"Secara nasional ada sekitar 7.000 agen penjual token listrik. Itu belum termasuk Kantor Pos. Di setiap desa pun biasanya ada tiga sampai empat tempat yang menjual token tersebut," ungkapnya.
Saat ini, token listrik belum bisa dijumpai di sejumlah gerai minimarket seperti Indomaret, Alfamart dan mitra lainnya.
Sedangkan mitra lainnya yang pada umumnya perbankan seperti BJB Syariah, BNI, BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, Bukopin, Danamon Syariah, Bank Mandiri, Muamalat, OCBC NISP dan PT Pos masih berjalan sebagaimana mestinya.
PLN akan mengantisipasi kesulitan pembelian token bagi pelanggan di pelosok selama aplikasinya masih distandardisasi.
Terkait peredaran voucher palsu ini, pihaknya tengah melakukan investigasi untuk mengungkap modus operandi, sekaligus pelakunya.
"Saat ini, kami belum lapor ke pihak yang berwajib, karena masih diinvestigasi," ujarnya.
Saat ini, baru ditemukan satu kasus voucher token palsu sehingga PLN sama sekali tidak menderita kerugian. Akan tetapi, pihaknya tidak mau kerugian itu dialami oleh masyarakat.
"Kami mengimbau masyarakat untuk membeli token di bank yang telah bekerja sama, termasuk Kantorpos yang mudah dijankau di pelosok wilayah, kalau memang di tingkat desa sulit," paparnya.